...........Dirgahayu Indonesiaku ke 68 tanggal 17 Agustus 2013........

Senin, 30 April 2012

Operasi Dwikora Tahun 1963

 




 
Operasi Dwikora Tahun 1963
 
A. Pembentukan Negara Federasi Malaysia

Gagasan dari pembentukan federasi antara Malaysia dan daerah-daerah Inggris di Kalimantan Utara sudah lama ada, namun masalah ini baru dimunculkan dan dibahas secara resmi pada tanggal 27 Mei 1961. Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdurachman untuk pertama kalinya mengeluarkan pernyataan tentang kemungkinan diadakannya suatu penggabungan politik antara Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei dengan mendapat persetujuan dari Inggris.

Untuk maksud tersebut, pada bulan Nopember 1961 telah datang Tengku Abdulrachman dari London mengadakan pembicaraan, adapun tujuan pembicaraan adalah untuk meminta persetujuan dengan Pemerintah Inggris, khususnya yang berkaitan dengan daerah-daerah di Kalimantan Utara. Pada tanggal 23 Agustus 1961 antara Perdana Menteri Malaya dengan Perdana Menteri Singapura tercapai persetujuan tentang prinsip penggabungan kedua daerah tersebut.

Hasil dari pembicaraan di London pada tanggal 20- sampai tanggal 22 Nopember 1961 antara Menteri Inggris dengan Malaya telah dicapai kata sepakat adalah sebagai berikut :

1) Membentuk Federasi Malaysia yang meliputi Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei.

2) Untuk kepentingan Malaysia nanti, perjanjian pertahanan yang telah ada antara Inggris dengan Malaya akan diperluas meliputi daerah-daerah lain, Inggris akan mempertahankan pangkalannya di Singapura untuk kepentingan Malaysia maupun SEATO.

Pada tanggal 17 September 1963 Pemerintah Indonesia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Negara Malaysia dan dilanjutkan dengan pemutusan lalu lintas ekonomi dengan daerah Malaysia dan Singapura, adapun penyebabnya adalah laporan pelaksanaan misi tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh KTT Manila.
Dengan semakin meruncingnya ketegangan antara kedua negara dan keadaan semakin memburuk disebabkan adanya pernyataan dari Presiden RI tentang rencana usaha untuk membantu rakyat Kalimantan Utara yang tidak menyetujui Federasi Malaysia.

Dampak dari pernyataan Presiden RI adalah keluarnya ucapan dari Presiden RI tentang pelaksanaan komando aksi sukarelawan yang lebih dikenal dengan sebutan “Dwikora (Dwi Komando Rakyat). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa Presiden Soekarno memperkuat ketahanan Resolusi Indonesia dan membantu pelaksanaan perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai Darussalam untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.

Pembentukan Federasi Malaysia ini diproklamasikan pada tanggal 16 Desember 1963, tetapi pencetusan gagasan pembentukan Federasi Malaysia ini mendapat tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Hampir semua partai pemerintah di daerah-daerah Malaysia menyetujui dan dapat disimpulkan bahwa golongan yang menentang gagasan Malaysia itu adalah partai oposisi, 39 organisasi buruh Singapura dan tantangan-tantangan secara ilegal yang datang dari Rakyat Brunei khususnya serta rakyat Kalimantan Utara pada umunya.

Puncak dari gerakan anti berdirinya Federasi Malaysia adalah pada saat diproklamasikannya Negara Kalimantan Utara pada tanggal 8 Desember 1962. Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Kalimantan Utara mendapat sambutan hangat dari Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno, sambutan hangat itu dapat diketahui dari pernyataan–pernyataan yang diucapkan oleh Presiden Soekarno sendiri sebagai Panglima Komando Tertinggi atas Pengganyangan Federasi Malaysia.

B. Pembentukan Komando Operasi Tertinggi.

Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia segera mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi segala kemungkinan terjadinya perang terbuka. Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat dibubarkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 142 tahun 1963. Selanjutnya dibentuk Komando Operasi Tertinggi disingkat KOTI, dengan tujuan untuk menghadapi Negara Malaysia. Adapun realisasi tindakan nyata dalam rangka mengimbangi kekuatan Malaysia, maka telah digelar beberapa macam operasi dan operasi yang digelar meliputi Operasi Terang Bulan I dan II, Operasi Sapu tangan, Operasi Waspada, Operasi Gincu, Operasi Kelelawar, Operasi Antasari I, Operasi Nantang dan operasi lainnya.

Persengketaan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia semakin meningkat karena Malaysia dianggap telah melanggar persetujuan Manila (Manila Agreement), adapun dampak dari pelanggaran tersebut adalah Presiden Soekarno membentuk suatu operasi yang dinamakan operasi “Dwi Komando Rakyat”. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengerahan daya kekuatan dari segenap potensi ABRI serta unsur-unsurnya di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia menunjuk seseorang sebagai Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah (Pepelrada).

C. Sasaran Operasi Dwikora

Selama tahun 1963-1965 Dalam pelaksanaan kegiatan operasi Dwikora telah diadakan pelaksanaan kegiatan operasi udara didaerah Sumatra, Riau, Kalbar, Kaltim dan daerah Semanjung Malaysia. Adapun sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan operasi “Dwikora” adalah sebagai berikut :

1) Pengintaian dan Pemotretan udara di Malaysia Barat dan Timur serta Lautan Selatan Pulau Jawa.
2) Patroli udara dengan sasaran memeriksa “Reaction Time” lawan di Singapura dan Jeseltron.
3) Penerjunan yang dilaksanakan oleh anggota PGT AURI di daerah lapis serta Hilir Kuala Lumpur.


D. Sasaran Yang Akan Dikosongkan :


1) Di Semanjung Malaysia : Kuala Lumpur, Port Swittenham dan Malaecea, sedangkan Pangkalan yang digunakan adalah PAU Medan.

2) Di Singapura : Singapura Kota, Tengah Airfield dan Pelabuhan Singapura. Pangkalan yang digunakan dalan misi penyerangan adalah Pangkalan Tangjung Balai Karimun dan Pulau Penuha.

3) Di Kalimantan Utara : Labuhan Airfield Jesselton Airfield, Kuching Kota dan Tawao Airfield. Pangkalan yang digunakan untuk penyerangan adalah satuan Debsema AURI Bulutambang, satuan Debsema AURI Kemayoran, PAU Iswahyudi dan Pangkalan Udara Waru.


Untuk meningkatkan efek politis dari serangan balasan terbatas, maka diadakan operasi Tavip. Dalam rangka pelaksanaan operasi ini, telah disiapkan pesawat Dakota/C-47 dan Avia serta 130 orang pasukan dari Komando Strategi Udara Siaga. Komando operasi berada ditangan Pangkostraga Laksamana Madya Oemar Dani yang berkedudukan di Wing Operasi 001 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Dalam menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia, AURI telah mengerahkan hampir seluruh pesawat tempurnya, seperti TU-16/TU-16KS, C-130/ Hercules, C-47 Dakota, B-25/B-26, P-51 Mustang dan beberapa UF1/2 Albatros.


Sumber : - website TNI-AU
Sumber link : http://tenggo83.multiply.com/journal/item/2/Operasi_Dwikora?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Sabtu, 14 April 2012

Buku Sejarah Dwikora, Siapa punya?

Sedjarah Operasi2 Gabungan Dalam Rangka Dwikora

Penulis : Kusumah Hadiningrat
Penerbit : DepHanKam-Pusat Sejarah ABRI
Tahun Cetak : 1971
Halaman : 92 hal
Panjang : 21 cm



Sumber : http://cinta-buku.blogspot.com/2010/11/sedjarah-operasi2-gabungan-dalam-rangka.html

Secuil Kisah Dwikora 1965-1966

LAPANGAN TERBANG DARI KAYU


Oleh : Max T. Maniku

Pendawa 5 Yon Zipur 5/Braw

Pebruari 1965 --- Lima Perwira Remaja berjajar tegap melapor kepada Dan Yon Zipur 5/Braw Letkol Czi Santoso Kasran. Suwidodo, Samsurin, Suyoto (Togo), Supadi dan paling tinggi Max.

Kebetulan Batalyon sedang menyiapkan 1 Kompi untuk tugas Operasi Militer Dwikora Ganyang Malaysia.

  • Suwidodo, Max dan Togo masuk formasi Ki C yang disiapkan dengan Dan Ki C Kapten Czi F. Wiradi S. (1960).

Berangkat ke Medan Tugas

Kompi Zipur C BP Brigif 9 Brawijaya Peleton 3 Letda Czi Suyoto berangkat duluan ke Kaltim, BP Yonif 503/9 Juni 1965. Brigif 9/Braw dengan perkuatannya berangkat dengan KM BogowontoPELNI dari pelabuhan Tandjung Perak Surabaya, termasuk Ki Zipur C Yon Zipur 5 yang lengkap 3 Peleton, dengan Dan Ton 3 Capa Soehirin. Tujuan Kaltim, melalui Balikpapan akhirnya Tarakan sebagai Mako Brig 9.

Maju ke Perbatasan

Peleton 1 dan 3 tetap di Tarakan, Peleton 2/Max dengan Yonif n509/9 bergerak ke garis depan melalui Malinau lewat kapal, selanjutnya lewat perahu sungai dan jalan kaki tiba di perbatasan RI – Malaysia berbulan-bulan di daerah Krayan Long Bawan – Babinuang. Mako Yonif 509 berada di Waylaya dengan Kompi 2 di Kurid, Kompi 3 di Pamatung-Paputuk. Kompi 1 jauh terpisah di Long Berang – Lumbis bersama 1 Regu Zipur-ku di sana,

Isu Serangan Besar-besaran

Juni 1966 tersiar isu, ada gerakan bersama Sukwan di semua garis pertempuran di perbatasan, akan melakukan serangan bersama masuk daerah musuh melintasi perbatasan pada 17 Agustus 1966.

  • Semua kekuatan pasukan dipusatkan di garis depan di sekitar Posko Yonif 509 di Wailaya. Peletonku berjalan kaki 2 hari dari Babinuang ke Wailaya, meninggalkan lapangan terbang sepanjang 250 meter yang kami bangun di sana, dan tak pernah didarati helicopter. Semua kegiatan dipusatkan pada serangan umum bersama itu. Tapi --- tidak jadi --- ---

Perjanjian Bangkok

  • Tepat jam 15.00 tanggal 11 Agustus 1966 tersiar berita, Serangan Bersama batal, dengan ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian antara Republik Indonesia dan Malaysia di Bangkok.
  • Aneh yang terjadi di garis terdepan; kebetulan Peleton Zipur ku menggali parit pertahanan di lini kosong sepanjang 200 meter di dekat Kompi 3 Yonif 509 persis di depan Posko Yonif 509 dalam jarak 300 meter
  • Begitu dating berita “mengecewakan” itu, semua jenis senjata yang ada di sini --- bunyi semua. Riuh dan ramai sekali, layaknya pertempuran hebat dan seru. Anak buahku juga ikut-ikutan. Aku jadi heran dan bingung, karena baru pkali ini ke daerah pertempuran. Aku dengar di sayap kiri anak buahku membunyikan bahan peledak, keras sekali --- ternyata 2 bata digabung jadi satu --- segera aku berlari menghentikannya. Saya khawatir anak buahku meledakkan yang lebih dahsyat lagi. Ramai betul sampai menjelang sore.

Memperkuat Lapangan Terbang Long Bawan

  • Ceritanya yang beredar, tugas selanjutnya --- menunggu pulang. Peletonku mendapat tugas memperkuat lapangan terbang Long Bawan., untuk didarati heli raksasa MI-6 Rusia, karena ada tugas khusus. Tugas bersama Dan Ki 3/Yonif 509/9. Satuan tugas terdiri dari Ton Zipur, 2 Peleton 509, Tim Terr dan Rakyat.

Sept 1966 – Gotong Royong Tentara dan Rakyat

  • Tiap hari, rame betul, TNI dan rakyat bahu membahu bekerja memperkuat lapangan terbang yang becek itu karena tiap hari diguyur hujan deras malam hari.
  • Tiap hari 50 rakyat setempat yang membantu dikoordinir Tim Terr. Tetapi rakyat yang mengantar kayu bulat dengan diameter 10 – 15 cm panjang 4 meter -= 5 meter, tidak pulang, mereka ikut bergabung, karena disediakan makan.
  • Perkuatan lapangan 100 m, jadi dibutuhkan 2.000 lebih kayu bulat. Bagi Peletonku, sudah terlatih membuat di9 Babinuang 250 meter.
  • Informasi yang aku dapat dari Kompi Zipur C di Tarakan, hanya bobot Helli MI-6, panjang baling-baling depan (atas) dan jarak ke dua roda 7,5 meter (roda kiri dan roda kanan). Ada yang agak terabaikan – roda depan (tengah). Begini konstruksi perkuatan kayu.

Dalam 14 hari sesudah perintah tugas, helli MI-6 datang. Kami punya waktu 10 hari; di hari ke 12 selesai, terkendala hujan deras yang menghambat penebangan dan pengumpulan kayu bulat.

Helli MI -6 Mendarat

Tepat sesuai rencana helli raksasa itu dating --- suaranya bukan main dan besarnya saya sendiri kaget bukan main. Apa kayu-kayu itu bertahan tidak porak peranda dan apa mampu memikul beban helli dan muatannya? Dia berputar ke kiri, tepat di jalur perkuatan yang kami beri tanda hellypad. Waduh --- tepat kedua rodanya meluncur di atas kayu-kayu itu, dan aku menutup mata, terus sdampai suara gemuruh helli berhenti, diganti sorak sorai ratusan rakyat pekerja dan tentara yang memenuhi lapangan itu.

“terimakasih Tuhan. Hanya dengan pertolonganmu, ya Tuhan --- Amin”

Aku berdoa menitikkan air mataharu dan bersyukur. Kami semua bersalaman gembira, kerja keras tidak sia-siadan selamat.

Aku segera memerintahkan anak buah untuk memperbaiki letak kayu-kayu yang kacau diterjang roda helli yang besar iotu. Jerih payah anak-anakku di Babinuang terobat6 di Long Bawan ini, hasil karyanya didarati jhelli raksasa.

Kowe dari Atekad?

Tiba-tiba ada suara memanggil aku. Aku berlari menemui Danyonif 509 Letkol Inf Siswo haryoko yang berbincang dengan seorang tinggi besar seperti beliau yang baru dating dengan helli.

  • begitu saya menghormat, si Beliau menunjuk dengan tongkat komandonya lalu berkata: “Kowe dari Atekad?”
  • “Siap, Pak” saya jawab dengan tegas.
  • * “Apa ada pelajaran lapangan terbang dari kayu, bukannya dari batu?”. Saya terdiam sejenak, bingung mau jawab apa, agak grogi juga Letnan Dua yang masih bloon ini. Baru aku akan menjawab, e e Dan Yonif 509 bunyi duluan: “Pak, di sini tidak ada batu, yang ada di gunung sana itu”, sambil beliau menunjuk ke kejauhan sana -- dan aku ditinggal berdiri, kedua beliau pergi tanpa kata --- dan aku baru bias bernapas --- lega. Ternyata beliau tadi adalah Kolonel Kav Subagio, Wapang Kopur II Kalimantan.

Minta Plat Baja di Lapter Juata

  • Saya ingat waktu ke lapangan terbang Juata Tarakan ada banyak berserakan plat baja berlobang panjang +/- 4 meter peninggalan perang dunia ke II. Saya mohon kepada penerbang helli Lettu Inf Worang untuk dibawa kemari besok untuk perkuatan landasan, diletakkan di atas kayu bulat dan di tengah untuk jalur roda depan; dan beliau amat setuju
  • Kepada Kolonel Subagio waktu pamit, saya juga sampaikan, dan beliau tertawa, dan bilang: “Bagus, bagus, nanti saya perintahkan”.
  • Juga kepada Komandan Kompiku Kapten Czi Wiradi, saya juga mohon bantuan tentang plat-plat baja itu, betul-betul dibawa ke Long Bawan. Terimakasih Pak Worang. Kami turunkan ramai-ramai dari dalam helli besar ini, langsung kami gelar di atas landasan pacu kayu bulat dan di tengah-tengahnya, untuk meluncurnya roda depan --- Aman deh.
  • Baaaru ini --- ada pelajarannya --- perkuatan landasan dengan palt baja. Stop

Turen, Malang 11 Nop 2009Dirgahayu AMN pada HUT ke 52 Max T. Manikoe

Sumber : http://darmasadtri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=5:secuil-kisah-dwikora-1965-1966&catid=2:nostalgia&Itemid=4

KISAH KISAH OPERASI DWIKORA DI NUNUKAN




Dwikora : Kisah Kompi X di Rimba Siglayan Kalimantan Timur



idak terbayangkan sebelumnya, bahwa Tuhan mentakdirkan anggota Kompi X yang berasal dari Lembaga Pendidikan Marinir di Surabaya suatu saat harus memperingati hari kemerdekaan di tengah hutan Kalimantan. Tetapi itulah kehidupan manusia, ada “kekuatan” yang menentukan jalan hidup masing-masing umatnya.

Kami para pelatih dan pembantu pelatih yang biasanya memperingati hari besar di tengah kota Surabaya atau di medan latihan tempur Purboyo di daerah Malang selatan, sekarang harus melaksanakan tugas operasi di hulu Sungai Siglayan Kalimantan Timur bagian utara dekat dengan wilayah Malaysia, Sabah sebagai seorang Komandan, saya merasakan situasi kegamangan dan kesedihan yang cukup menekan perasaan, karena dalam kondisi yang jauh dari kesatuan induk, berada di lokasi yang sangat terpencil dan terpisah dari kesatuan lainnya, harus mampu menegakkan disiplin dan sekaligus memelihara semangat tempur dalam kondisi yang serba terbatas, kalau tidak mau menyebut sebagai serba kekurangan.

Di tempat ini kami sudah bertugas selama tiga bulan lebih, dan sebelumnya bertugas di pulau Nunukan sejak Desember 1965. Saya tahu kalau saat seperti ini khususnya menjelang 17 Agustus, anak buah tentu sedang membayangkan upacara besar ini di Jakarta atau Surabaya. Tetapi kesedihan ini tidak lama saya rasakan, karena kemudian Tuhan telah mengubah dan memberi petunjuk, agar saya tidak larut dalam kebimbangan. Kondisi seperti ini justru merupakan tantangan bagi seorang komandan, agar menjadi tegar dan bagaimana seharusnya dapat memanfaatkan situasi dan kondisi yang mencekam ini dapat diubah menjadi situasi yang menyenangkan.

Dan yang lebih penting, adalah bagaimana mengembalikan semangat anak buah yang mulai melemah, karena jenuh dalam lingkungan hutan yang sepi, agar mereka dapat bergairah lagi menghadapi kenyataan hidup, timbul kembali semangatnya yang baru serta tetap tegar menghadapi kondisi saat itu. Saya mempunyai keyakinan bahwa Tuhan telah memberikan petunjuk yang cukup jelas, dengan menunjukkan cara - cara bagaimana membangun kembali semangat tempur anggota marinir sebagai pasukan yang memiliki motto “pantang mundur mati sudah ukur “.

Situasi politik pada awal dan pertengahan tahun 1960-an dipenuhi udara panas bagi bangsa dan pemerintah Indonesia, karena adanya gagasan pembentukan negara federasi baru, Malaysia, yang merupakan gabungan antara Malaya (Persekutuan Tanah Melayu) yang sudah merdeka sejak tahun 1957 dengan Serawak, Brunei dan Sabah (Kalimantan Utara jajahan Inggris) Pemerintah Indonesia merasakan adanya upaya sistematis untuk mengepung NKRI di sebelah utara, sedangkan dari sebelah selatan sudah dijepit oleh Australia dan Selandia Baru.

Bangsa lndonesia merasakan adanya gerakan yang diprakarsai oleh Nekolim (Neokolonialis), yang akan merugikan Indonesia sebagai negara yang menganut politik bebas dan aktif dalam politik luar negerinya. Bersama Filipina, Indonesia pada saat itu menentang berdirinya negara baru Malaysia. Filipina mempunyai klaim terhadap Sabah. karena menurut data yang dimilik pemerintah Filipina, Sabah pada masa lalu adalah wilayah kerajaan Sulu, yang sekarang merupakan wilayah Filipina.

Itulah mengapa kemudian timbul konfrontasi antara Indonesia disatu pihak, menghadapi Malaya, Inggris yang dibantu Australia dan Selandia Baru dipihak lain.
Dalam rangka itulah telah dikirim masing-masing dua Brigade Pendarat Marinir ke perbatasan Indonesia. Satu Brigade di Pulau Batam (Kepulauan Riau) dan satu Brigade di Pulau Nunukan dan Sebatik (Kalimantan Timur).


Kiprah Kompi “X”

Makin mendekati hari Kemerdekaan, saya pikir harus berbuat sesuatu yakni dengan mencoba menggunakan momen ini untuk menggelorakan semangat anggota yang sudah mulai lelah. Setelah tiga bulan di hutan, yakni bulan Mei, Juni dan Juli 1965 semangat anggota kompi X makin menurun. Maklum, tinggal dalam hutan yang sunyi dan benar-benar terisolasi baik dari kesatuan induk (Batalyon dan Brigade) maupun terpisah dengan penduduk setempat, memang terasa seperti memanggul beban yang sangat sangat berat terutama dari segi mental.

Coba anda rasakan setiap hari hanya memandang pohon - pohon yang tingginya lebih 30 meter, semak yang sama, bahkan sinar matahari yang tidak sepenuhnya mampu menembus rimbunnya dedaunan hutan, menciptakan kesunyian, ketersendirian dan juga kelengangan yang setiap hari makin memuncak. Udara selalu lembab. Tidak ada aroma lain kecuali bau daun kering dan daun busuk apalagi pada malam hari, hanya dapat mendengar suara beruang yang sedang berkelahi, suara monyet dan suara kepakan sayap kelelawar besar, yang melintas diatas pepohonan, makin menekan mental masing - masing prajurit.

Dipihak lain kami tahu lawan gabungan pasukan Inggris - Malaysia hanya dua bulan mampu bertahan di hutan seperti ini dan setiap dua bulan sudah diganti dengan pasukan baru. Dari segi pengiriman logistik mereka lebih teratur pula pengirimannya. Kami sering melihat pengiriman logistik untuk pasukan Inggris di wilayah Sabah dilakukan melalui udara dengan menggunakan parasut yang dijatuhkan ke tengah hutan di tempat mereka bertugas. Kami, boro - boro dikirim, tetapi dibebankan pada kompi, yang setiap bulan sekali harus mengambil sendiri ke Nunukan menggunakan perahu bermesin tempel 40 PK. Karena itu, setiap bulan, secara bergilir, ada anggota yang mendapat giliran ‘’cuti” ke Nunukan, sambil belanja kebutuhan sehari - hari dengan uang lauk - pauk yang sangat terbatas. Bagi yang mendapat giliran belanja ke Nunukan, rasanya seperti mendapat kesempatan melihat dunia luar karena dapat bertemu dengan orang lain termasuk penduduk.

Karena itu, untuk mengurangi beban mental para anggota kompi X, mereka selama di pedalaman ini berusaha menghibur diri dengan cara masing - masing antara lain memanjangkan rambutnya. Setelah rambut panjang ada yang berinisiatif untuk mengikat rambutnya dengan pita seperti layaknya gaya rambut ekor kuda bagi remaja dan gadis - gadis di Surabaya.

Berbicara sehari - haripun harus pelan dan nyaris berbisik. Karena di tengah hutan begini sangat dilarang berbicara dengan suara keras, kami menjadi terbiasa berbicara dengan berbisik - bisik. Hiburan tidak ada sama sekali. Radio tidak ada. Lain dengan kompi Brahma, kompi sukarelawan gabungan marinir dan sipil lokal, setiap peleton Sukwan, mereka mendapat radio Philips transistor. Karena itu saya sering menumpang dengar berita melalui radio mereka. Sayang sekali untuk mendengar siaran RRI sangat sulit. Yang paling mudah adalah mendengarkan radio Malaysia. Tentu saja. isi beritanya sangat berlawanan.

Berita konfrontasi, tentu menjelek-jelekkan aktivitas pasukan kita. Demikian pula berita nasionalnya tentu membuat telinga kita bisa menjadi merah karena isinya mesti menjelek - jelekkan pemerintah RI.

Yang lucu, siaran radio masing - masing pemerintah dalam akhir pidato atau peryataan resmi pemerintah, selau diakhiri dengan menyatakan: “Tuhan beserta kita” Komentar para anggota yang mendengarkan: “Kasihan, Tuhan bisa bingung kalau begini, habis masing-masing negara mau memonopoli Tuhan. Terserah. Mau membela Indonesia atau Malaysia”, karena setiap pemerintah, baik Indonesia maupun Malaysia ingin agar Tuhan hanya membela negaranya.

Sampai bulan Agustus, musim hujan masih terus berlangsung hampir tiap malam turun hujan. Kadang-kadang hujan turun sangat lebat yang disertai angin kencang. Kalau cuaca sudah begini, kami makin ngeri karena biasanya kalau sudah ada angin begini banyak pohon tumbang akibat tanah yang menjadi lembek, atau dahan yang patah, jatuh kebumi. Suaranya sampai terdengar dari kejauhan.

Rasanya makin nglangut, karena tidak ada yang dapat membantu kalau terjadi apa-apa. Inilah risikonya terpisah dari induk pasukan Bila sudah begini yang dapat dilakukan hanya berdoa. Tetapi dengan kekuatan doa kami, Tuhan rupanya masih menaruh belas kasihan pada kompi X. Selama enam bulan, mulai Mei sampai Oktober 1965 di tengah hutan dan terpisah dari masyarakat manusia tidak ada satupun pohon maupun dahan yang jatuh di barak kami.

Bagi saya selaku pimpinan. maupun anggota pada umumnya. hiburan satu-satunya yang paling diharapkan adalah kedatangan surat dari keluarga atau kawan - kawan dari Surabaya. Bagi saya yang mempunyai kebiasaan membaca terutama sebelun tidur, sangat memerlukan bacaan, dan bacaan yang saya dapat, baik kiriman dari Surabaya maupun yang saya peroleh dari markas batalyon, sangatlah mengembirakan. Majalah apapun, bagi saya merupakan hiburan yang sangat berarti, termasuk majalah “Mangle” terbitan Bandung yang berbahasa Sunda.

Walaupun saya tidak begitu paham bahasa ini, namun masih dapat mengerti isinya secara umum, terutama karena jasa baik seorang anggota, ditolong oleh salah seorang caraka, prajurit marinir Suhanda yang berasal dari Purwakarta. Jadi kalau ada kata - kata yang saya tidak mengerti, saya panggil Suhanda untuk menerjemahkan kalimat tertentu. Kadang-kadang kalau lagi mujur, saya dapat memperoleh majalah bulanan “Intisari” dari markas batalyon kalau kebetulan ada tamu yang datang dari Jakarta atau Surabaya. Pada waktu malam, karena hutan yang gelap namun saya masih berusaha membaca walaupun hanya dari sinar temaram, dengan penerangan sebatang lilin.

Seminggu menjelang tanggal 17 Agustus tahun 1965 saya minta para perwira dan bintara yang ada untuk mengadakan pertemuan, dengan fokus pembicaraan bagaimana caranya agar anggota kompi X dapat merayakan hari nasional ini walaupun sedang berada di tengah hutan. Saya jelaskan tujuan pertemuan dan tujuan perayaan, yakni pertama, memperingati hari kemerdekaan sekaligus mengembalikan semangat perjuangan membela negara dan bangsa. Akhirnya diputuskan untuk melaksanakan kegiatan sebagai berikut : Pada tanggal 17 Agustus kompi harus mengadakan perayaan, tetapi tetap harus waspada terhadap kemungkinan serangan mendadak lawan. Pada hari itu, semua anggota harus berseragam lengkap sebagaimana seragam tempur marinir termasuk menggunakan helm, yang selama pasukan di tengah hutan tidak pernah lagi dikenakan.

Dua pertiga pasukan melakukan upacara penaikan bendera, sedangkan sepertiga tetap siap tempur menjaga lingkungan upacara. dan pos jaga masing - masing seperti yang sudah ditentukan sebelumnya, mereka bertanggungjawab bila ada pendadakan. Sebagai “lapangan upacara” dicari tempat yang lapang dan rata, yakni dibawah sebatang pohon besar yang rindang Semak belukar dibawah pohon dibersihkan dan daun-daun kering di bawah pohon disapu bersih.

Di tengah lapangan upacara didirikan sebatang kayu untuk pengibaran bendera sang merah putih dengan tali batang rotan yang kecil tetapi cukup kuat. Sekarang untuk pestanya, selelah upacara selesai, harus ada suasana baru. Diputuskan, hari istimewa itu seluruh anggota akan makan ketupat. Bahannya pembungkusnya (sarang ketupat) gampang ambil saja daun nipah yang masih muda dianyam menjadi sarang ketupat. Sekarang, apa yang pantas menjadi lauknya. Kami putuskan untuk mendapatkan daging segar. Caranya, kami bentuk empat tim pemburu untuk mencari babi hutan. Kebetulan pada bulan Juli – Agustus sedang musim buah terutama cempedak hutan. Babi biasanya mudah ditemui pada musim buah ini.

Dua hari menjelang tanggal 17, empat tim yang sudah ditunjuk berangkat keempat penjuru untuk mencari dan menembak babi. Untuk sementara larangan menembak dicabut. Dalam keadaan “normal” letusan senjata berarti kontak dengan musuh, dan demi kerahasiaan, dilarang menembak tanpa tujuan yang jelas.
Nasib untung masih berpihak pada kami, pada sore hari ketika tim pemburu ini kembali, mereka datang sambil memikul empat ekor babi hutan.

Sementara itu pada tanggal 16 Agustus, untuk membuat musuh panik, saya perintahkan seksi mortir 81 dikawal satu regu untuk menyerang pos musuh dengan menggunakan mortir 81. Tentu sangat sulit untuk menembakkan mortir di tengah hutan yang tertutup semacam hutan Siglayan ini. Harus dapat menemukan lubang agar dapat menembak. Tetapi mereka tidak kurang akal. Pada suatu medan yang agak terbuka, mereka berhasil menembakan enam peluru mortir 81 dengan jarak sejauh mungkin, sekitar tiga setengah kilometer. Setelah berhasil menernbakkan enam butir peluru secara beruntun, pasukan kembali secepat mungkin agar tidak dapat dibaring dan dibalas oleh musuh.

Menurut data intel yang kemudian kami peroleh dari penduduk sipil yang berhasil masuk ke Tawao, serangan ini berhasil mengenai sasaran dan menewaskan satu orang. Rupanya, lawan juga sudah mengantisipasi kemungkinan kami menyerang pada sekitar tanggal 17 Agustus ini. Tetapi karena kami menyerang sehari sebelumnya, mereka panik, dan mengira kami akan menyerang secara besar - besaran. Buktinya, tepat pada tanggal 17 musuh menembaki seluruh hutan itu dengan mortir selama satu hari penuh. Kami hanya menyambut dengan santai. Tidak perlu dibalas, karena tembakan mereka sangat tidak terarah. Maklum tembakan orang lagi panik. Tanggal 17 Agustus pagi kami siap mengadakan upacara penaikan bendera. Jam delapan, pasukan pengaman sudah menempati pos masing-masing. Seluruh anggota berpakaian tempur lengkap.

Jam sembilan kurang seperempat, pasukan upacara sudah siap di lapangan upacara. Jam sembilan kurang lima menit saya selaku pemimpin upacara memasuki lapangan upacara. Sersan Mayor Zaini, bintara peleton satu, menjadi komandan upacaranya. Penaikan bendera dimulai dilakukan oleh Kopral Adam dan seorang prajurit, diiringi lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh seluruh peserta upacara. Tiba-tiba menjelang bendera sampai kepuncak tiang, rotan tali bendera putus. Lagu kebangsaan berjalan terus. Terpaksa tiang dicabut, bendera diikatkan di puncak tiang, tancapkan lagi ditempat semula, Namun upacara tidak terganggu oleh insiden ini, tetap khidmat Semua anggota merasakan suasana anggunnya upacara memperingati hari kemerdekaan ini walaupun ada sedikit gangguan putusnya tali bendera. (kepercayaan yang berkembang, bila tali bendera putus pada waktu upacara, biasanya akan ada peristiwa yang gawat, mendebarkan)



Dalam pidato sebagai amanat inspektur upacara, saya mencoba memberikan semangat dengan menjelaskan mengenai tugas kompi X maupun anggota Kompi Brahma (satu peleton) sebagai prajurit yang sedang melaksanakan tugas suci karena mengemban tugas negara walaupun sekarang sedang berada di tengah hutan di perbatasan Kalimantan Utara, jauh dari Surabaya sebagai “homebase” kompi X maupun pasukan induk, yang ada di Pulau Nunukan, tetapi pasukan harus tetap tabah menghadapi situasi dan kondisi saat ini. Jangan berfikir yang tidak-tidak seperti merasa dibuang dan seterusnya. Kita adalah ksatria yang pantang menyerah.

Saya perhatikan reaksi para prajurit, mereka rupanya mendengarkan apa yang saya sampaikan dengan serius. Saya merasa puas. Selesai upacara diadakan perlombaan lari karung jarak duapuluh meter, diteruskan lempar gelang rotan. Hadiahnya korned dan abon. Suasana cukup meriah. Setidaknya sejenak melupakan situasi tegang selama ini. Selesai perlombaan, semua menikmati makan ketupat dengan lauk daging babi bagi yang mau, sementara yang tidak mau makan dengan lauk sarden dan “corned beef” kalengan. Semua masakan sudah dimasak semalam jadi sekarang sudah dingin. Karena selama barada ditengah hutan, dilarang keras masak pada siang hari. Namun demikian, suasananya sungguh berbeda. Ada kegembiraan yang dalam beberapa hari sebelumnya sudah sirna.

Menjelang tanggal 31 Agustus 1965, datang peringatan dari batalyon melalui radio GRC-9, mengingatkan hari kemerdekaan Malaysia yang akan jatuh pada tanggal 31Agustus 1965, supaya kompi yang ada di Siglayan waspada. Sebenarnya peringatan itu tidak begitu perlu. Kami sudah siap menghadapi mereka kalau memang berani datang menyerang. Pedoman Marinir “pantang mundur”, terus bergema dibenak masing-masing anggota. Pertempuran di dalam hutan berarti pertempuran jarak sangat dekat. Ternyata tanggal 30 dan tanggal 31 Agustus tidak ada kegiatan lawan. Kami agak mengendorkan kesiagaan.

Tanggal 1 September 1965 sekitar jam sembilan pagi secara tak terduga kami diserang dengan rentetan tembakan senjata ringan secara serentak. Dari arah depan kiri. Karena terkejut, ada anggota di lapis depan yang langsung panik dan saya mendengar ada yang mengatakan : “mundur…”. Saya segera maju, kupertahanan peleton dua untuk mencari sumber tembakan. Beberapa anggota sudah ada yang bergerak mundur saya segera bertindak. Sambil membentak ‘tetap ditempat” diiringi suara kepala regu satu pleton satu, Sersan Suprapto dibelakang saya “Dengarkan suara tembakan, dari mana arahnya”. Teriakan ini membuat pasukan menjadi tenang kembali. Semua siap menghadapi kemungkinan serangan lanjutan.


Semua segera tiarap dengan memegang senjata masing-masing. Dalam situasi menunggu, saya perintahkan mencari awak mortir 81 untuk segera masuk seteling. Ternyata mereka tidak ditempat. Kemarin, memang ada pergantian awak mortir, Karena itu, mereka empat orang dipimpin seorang kopral sedang mencari kayu untuk mendirikan baraknya. Tidak lama kemudian mereka muncul sambil terengah - engah “Siapkan mortir siap menembak” Saya perintahkan segera. Karena mereka hanya ada empat orang dan harus melayani dua pucuk mortir, mereka gugup dan kewalahan. Saya perintahkan anggota yang berdekatan, kopral Adri Waroka dan prajurit lainnya untuk membantu menyiapkan peluru mortir.

Tidak lama kemudian terdengar bunyi peluru meriam mendekat. Ses-ses-ses……….Dan disusul bunyi ledakan di sebelah kiri petak pertahanan. Untung peluru pertama musuh jatuh sekitar 500 meter disamping kami, tidak mengenai seorangpun. Bau mesiu makin merangsang semangat tempur kami. Kini kami benar-benar sudah siap untuk bertempur.

Segera terjadilah saling tembak yang kurang seimbang. Musuh menggunakan artileri, jarak tembaknya bisa lebih jauh dan tembakan mortir karena kami hanya menggunakan dua pucuk mortir.

Saya minta satu pucuk menembak dengan jarak maksimal dengan isian penuh, satu pucuk melindungi pasukan kawan di seberang sungai, disana ada dua regu yang menembaki pos di seberang sungai, setiap regu terpisah satu di sebelah kiri depan kompi, satu lagi regu yang menjaga “Pos Tanah Merah’’. Pos inilah yang mendapat serangan pertama. Rupanya musuh masih mempunyai data awal, yaitu terbukti hanya menembaki barak yang pertama dibuat yang lokasinya lebih ke hulu sungai, persis di belokan Siglayan, tempat para gerilyawan memasuki Sabah pada tahun 1963. Sedang kedudukan kami sekarang sudah mundur lebih 500 meter lebih ke belakang.

Pos pertama ini sudah beberapa kali mendapat kiriman peluru meriam musuh. Karena itu, tembakan musuh jatuh di samping kiri depan kedudukan kami atau jatuh di depan kami di rawa - rawa, jadilah hari itu tembak menembak sampai berhenti total jam empat sore. Hanya menjelang peluru meriam akan jatuh ke tanah, kecepatan peluru sudah lemah dan mengeluarkan bunyi ses… ses… ses, kami harus waspada. Itu artinya peluru sudah hampir tiba. Semoga tidak jatuh di daerah posisi sekarang.

Menghadapi ulah peluru demikian, hati menjadi ciut, karena tidak tahu dimana peluru itu akan kehabisan tenaganya. Dan kami hanya bisa berdoa Tuhan, lindungi kami. Yang jelas, bagi pasukan yang pernah mendapat serangan meriam seperti ini, kalau dia selamat, akan menjadi kenang - kenangan yang indah dalam hidupnya. Sementara itu, musuh mengirimkan pelurunya secara terus - menerus dan lebih cepat. Mungkin mereka menembak dengan enam pucuk meriam sedang kami hanya memiliki dua pucuk mortir 81. Itupun masih kami anggap untung, karena sebelumnya kami hanya memiliki AK dan RPD saja.

Dengan adanya tembakan balasan dari kami, musuh akhirnya lari terbirit-birit, tidak jadi mengadakan serangan jarak dekat. Ketika besok paginya saya mengadakan patroli pengejaran mulai di sekitar pos Tanah Merah, sesuai jejak yang kami temukan, ternyata pada kemarin malamnya, musuh bermalam tidak jauh dari pos Tanah Merah, sekitar 500 meter, di seberang lembah. Rupanya musuh tidak tahu, ada satu regu menduduki medan di depan mereka.

Setelah pertempuran selesai, saya cek jumlah anggota, ada dua anggota hilang. Saya bersama yang lain terus mencari mungkin mereka terluka atau gugur. Untung sebelum gelap, dua prajurit ini muncul dan segera memeluk saya. Karena girangnya rupanya begitu musuh membrondong mereka, mereka sempat loncat ke tebing di atas sungai Siglayan dan kebetulan di sana ada sebuah lubang mirip gua, sehingga kedua prajurit ini dapat bersembunyi dengan aman dan mereka tak dapat diketemukan musuh yang berada di atasnya. Melihat bekas tembakan serentak musuh, lokasi di mana terjadi tembak - menembak, semak belukarnya sudah rata seperti dibabat dengan parang.

Karena itu saya menduga, dua orang ini sudah gugur atau tertangkap musuh. Ternyata keduanya selamat, tak ada sehelai bulunya yang tanggal. Dasar nyawanya masih betah tinggal di tubuhnya, dan rupanya belum mau pindah ke akhirat.

Dari penelitian selanjutnya, ternyata masih ada satu orang lagi yang hilang, yakni Prajurit dua Marinir Panut, caraka komandan peleton dua. Empat hari kemudian, jenasahnya diketemukan mengambang di sungai. Malam itu saya menemani regu yang mendapat serangan musuh pada siang harinya, untuk mendorong semangat tempur regu itu. Selamat jalan Panut. Apakah ini arti tali bendera putus waktu menaikan bendera? Jenasah Prajurit Marinir Panut dimakamkan juga di TMP Jayasakti Nunukan.





Sumber : Kisah Kompi X di Rimba Siglayan
Sumber : http://garudamiliter.blogspot.com/2012/02/dwikora-kisah-kompi-x-di-rimba-siglayan.html

Sabtu, 07 April 2012




Patriotisme : Keindahan dan Kekuatan Bahasa Para Pejuang

Bahasa memberikan peran yang luar biasa bagi para pejuang nasionalisme. Kemahiran mengungkapkan pikiran secara lisan pada diri para pejuang, menimbulkan dampak yang luar biasa kepada para rakyat,sehingga memungkinkan mereka untuk bersemangat mengikuti ajakannya.

Para pejuang memiliki karakteristik keindahan tersendiri untuk memberikan semangat kebangkitan, membangkitkan kegairahan serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi-reaksi yang diharapkan dapat menimbulkan ilham/membakar emosi pendengar. Keunikan dari segi kebahasaannya, yang nantinya akan dapat memberikan kesan tersendiri.

Gaya bahasa yang digunakannya bersifat ekspresi dan universal nasionalis. Bahasa yang digunakannya secara spontanitas, namun mampu memikat rakyatnya karena mengandung unsur keindahan dalam berbahasa.

PENDAHULUAN
Gagasan pada dasarnya berwujud buah pikiran, ungkapan perasaan, atau pernyataan kehendak, yang tersimpan pada diri seseorang.Pertukaran gagasan itu sendiri tidak akan dapat berlangsung jika tidak didukung oleh alat penghantar gagasan yang disebut bahasa. Jika seseorang ingin menyampaikan apa yang dipikirkannya,dirasakannya atau dikehendakinya dengan jelas kepada orang lain, maka bentuk-bentuk bahasa yang dipergunakannya pun haruslah mencerminkan kejelasan.

Demikian halnya pada bidang sejarah, bahasa sebagai penghantar gagasan para pejuang nasionalisme untuk menyampaikan inspirasinya. Paham nasionalisme Indonesia mulai dikenal di Indonesia pada awal abad ke-20.Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap individu hasus diserahkan kepada negara kebangsaan, jadi dalam hal ini negara disamakan dengan bangsa.

Jikalau mungkin segi kebahasaan para pejuang nasionalisme tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia pada zaman sekarang, namun keindahan bahasanya membuat generasinya banyak yang mengikuti jejak nasionalismenya.

BUNG TOMO
Berikut cuplikkan pidato almarhum kakek kita yang gagah berani ketika mengusir bangsa Inggris dari tanah Pertiwi:

Bismillahirrohmanirrohim……

Merdeka!!!Saoedara-soedara ra’jat djelata di seloeroeh Indonesia,………….
Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan,menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara Djepang.Mereka minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.

Mereka telah minta.supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih….

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,
Pemoepa-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,
Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,
Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soematra,……………………
telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,……….

Dengarkanlah ini hai tentara Inggris,
Ini djawaban ra’jat Soerabaja
Ini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalian Hai tentara Inggris!
Tetapi inilah djawaban kita:

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah dan putih,

Maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!
Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita,saoedara-saoedara,lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.Sembojan kita tetap:MERDEKA atau MATI.
Allahu Akbar..!Allahu Akbar…!Allahu Akbar…!
MERDEKA!!!

Permulaan pidato Bung Tomo pada kata “Merdeka”, menunjukkan pengawalan rasa semangat agar perhatian rakyat tertuju padanya. Perkataan lain “Supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan…. dengan membawa bendera poetih…..”.

Mengangkat tangan dan membawa bendera poetih berarti menyerah.
Tetapi Bung Tomo secara spontanitas mengungkapkanya menggunakan majas sinedoks pras prototo (sebagian untuk semua ).

Bung Tomo banyak menggunakan majas paralelisme untuk memperluas dan memperjelas sasarannya,pada kata “ Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Malakoe ……Pemoeda-pemoeda jang berasal dari ….”.
Rasanya tidak ada waktu kosong untuk tidak mengungkapkan gagasanya, jadi selalu ada saja inspirasinya yang begitu menggugah. Pada kata “Telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa dijebol”.

Kata dijebol terkesan rasa ketangguhan jiwa seorang pahlawan.
Kata “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain putih,maka selama itoe tidak akan ganti menjerang mereka itu.”
Kata darah merah menunjukkan selama darah kita masih dapat difungsikan (hidup).
Kain putih menjadi merah dan putih berarti menyerah menjadi menegakkan kembali bendera merah putih/bangkit untuk merdeka .

Dan juga bandingkan dengan lagu Ari Lasso berikut “Selama jantungku masih berdetak, selama itu pula engkau milikku,selama darahku masih mengalir, cintaku takkan pernah berakhir.”. Selarik lagu tersebut hampir bersesuaian dengan bahasa spontanitas yang digunakan Bung Tomo . Jadi begitu alamiahnya gaya bahasa yang begitu indah dan sekarang banyak dipakai kata-kata simbolis tersebut oleh para vokalis .

Kalimat yang digunakan terakhir kali oleh Bung Tomo juga menunjukkan kata-kata yang menggugah semangat dengan bersemboyan yang penuh arti yaitu MERDEKA atau MATI. Karakteristiknya terlihat sekali berbahasa nasionalisme ,dengan menggunakan bahasa perulangan ,penggugah semangat,dan peribahasa yang indah.Akhirnya berdampak pada arek-arek Surabaya untuk mempertahankan dari gempuran tentara Inggris,sehingga dikenang sebagai Hari Pahlawan.


PESAN BUNG KARNO

Mungkin kita masih ingat peristiwa 3 Mei 1964 ketika dihadapan ratusan ribu sukarelawan Dwikora Bung Karno dengan lantang berpidato:

“Ini dadaku, mana dadamu?
Kalau Malysia mau konfrontasi ekonomi
Kata hadapi dengan konfrontasi ekonomi
Kalau Malaysia mau konfrontasi politik
Kita hadapi konfrontasi politik
Kalau Malaysia mau konfrontasi militer
Kita hadapi konfrontasi militer”


Kalimatnya juga menggunakan majas paralelisme,yaitu pada kata “kita hadapi……..kalau Malaysia”.
Mungkin itulah karakteristik keindahan bahasanya, terlihat seperti bait pantun. Pada kata ”Ini dadaku, mana dadamu?” menunjukkan rasa berani dan tangguh (menantang) dan bermajas sinedok pras prototo. Bung Karno secara spontanitas tidak mengatakan “Ini diriku” , namun ucapan yang langsung terlontar tersebut bergaya bahasa yang memikat.
Akhirnya sejarah membuktikan Bung Karno tanggap terhadap luka dan kemarahan yang dialami oleh rakyatnya dan terlewatilah masalah tersebut. Akan tetapi perasaan tidak bersahabat dengan Malaysia terus membayangi bagai api dalam sekam.

PESAN MOHAMMAD YAMIN

“Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong,tetapi memangbenar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah Indonesia sendiri”
(Disampaikan pada kongres Pemuda 2 di Jakarta 27 Oktober 1928 yang dihadiri oleh berbagai perkumpulan pemuda dan pelajar,dimana ia menjabat sebagai sekertaris).

Dan perkataan lainya “Peninggalan Majapahit, seperti yang diwariskan kepada kita oleh Gajah Mada,kita terima dengan penjagaan sepenuh hati,supaya dapat diturunkan lagi dengan sempurna kepada bangsa yang akan berumah tangga di atas tumpah darah nusantara yang kekar abadi.”

Moh Yamin menggunakan kata “Akar sejarah “yang merupakan kata simbol untuk mengungkapkan pikirannya yang berarti dasar atau pondasi sejarah Indonesia dan kata “Bangsa yang akan berumah tangga di atas tumpah darah nusantara………..”.

Kata simbol berumah tangga berarti berdomisili.Dan tumpah darah nusantara berarti tanah air nusantara.Pejuang nasionalisme mengungkapkan kata simbol tersebut, terasa menyentuh dan semakin memperjelas maksud tujuanya.


PESAN JENDERAL SUDIRMAN

Pesan beliau, “Tempat saya yang terbaik di tengah-tengah anak buah saya,akan meneruskan perjuangan. Met of zonder pemerintah TNI akan berjuang terus untuk negeri ini “.
Kakek Sudirman sengaja menggunakan bahasa asing, sehingga pencampuran bahasa ini terlihat lebih menunjukkan intelektualitas . Dan lagi-lagi pejaung nasionalisme menggunakan kata-kata yang dapat membawa hati para rakyatnya dengan mengatakan bahwa,” Tempat saya yang terbaik ditengah-tengah anak buah saya”.

Beliau menggunakan kata “anak buah” yang merupakan kata simbolis yang berarti prajurit atau muridnya.Pesan tersebut disampaikannya pada jam –jam terakhir sebelum jatuhnya Yogyakarta dan beliau dalam keadaan sakit,namun rasa semangatnya untuk berbangkit tetap ada.


PESAN DR.R.SOEHARSO

“Right or wrong is my country,lebih-lebih kalau kita tahu,negara kita dalam kedaan bobrok,maka justru saat itu lah kita wajib memperbaikinya”
Pejuang yang satu ini merupakan seorang nasionalisme dan patriotisme. Beliau juga menggunakan bahasa asing. Kata” bobrok” yang ditujukan pada Negara Indonesia, terkesan dalam sekali bila didengar/merendahkan.
Negara kita berarti memang benar-benar parah kondisinya, sehingga kata-kata pahlawan tersebut diharapkan dapat mengubah keadaan di suatu negara, dengan menyentuh dan mengajak hati rakyatnya.

PESAN SUPRIYADI

“Kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat,kedudukan, dan gaji
Pahlawan nasional tersebut, mengatakan” pangkat ,kedudukan dan gaji “. Kata tersebut memberikan arti yang hampir berdekatan, yang mana maksudnya jabatan atau kekayaan. Kata tersebut bermajas pararelisme (mengulang kata yang maknanya hampir sama). Akan tetapi bila ditelaah pada kamus bahasa Indonesia maknanya mungkin saja sedikit berbeda.Pesan tersebut disampaikan saat beliau memimpin suatu pertemuan yang dihadiri oleh anggota PETA.

PESAN ABDUL MUIS

“Jika orang lain bisa,saya pun bisa, mengapa pemuda –pemuda kita tidak bisa,jika memang mau berjuang”
Pesannya tersebut bernada sindiran terhadap pemuda-pemuda Sulawesi.Kalimatnya yang begitu memukau bermajas ironi, paralelisme dan terkesan bersajak a-a-a-a.Pesan tersebut merupakan pengalamannnya di luar negeri kepada para pemuda di Sulawesi.


PESAN PANGERAN SAMBERNYOWO

“Rumangso melu handerbeni,wajib melu hangrungkebi,mulat saliro hangroso wani”

Merupakan prinsip Tri Dharma yang dikembangkan oleh Mangkunegoro I. Pesannya menggunakan Bahasa Jawa ,sehingga terlihat lebih dekat beliaunya dengan Rakyat Jawa. Bahasanya tersebut bersajak a-a-a-a dan menarik sekali bila dibaca. Arti dari kata-kata itu , adalah merasa ikut memiliki, wajib ikut mempertahankan, mawas diri dan erani bertanggung jawab. Pesan beliau tersebut dapat membangkitkan jiwa cinta tanah air bagi rakyat Indonesia..


PESAN PATIH GAJAH MADA

“Sumpah Palapa,saya tidak akan makan buah palapa sebelum mempersatukan seluruh Nusantara di dalam naungan Kerajaan Majapahit”

Gajah Mada adalah seorang patih kepercayaan Prabu Hayam Wuruk(matanggwan) yang yang bersifat satya bhakti aprabhu(setia dengan hati yang ikhlas kepada negara dan Pemegang Mahkota). rasa persatuan dan kesatuaanya sangat tinggi sehingga akhirnya malah mengorbankan dirinya sendiri. Bahasa dari pesannya begitu indah dan bermajas, karena menggunakan keterkaitan buah palapa .

Kata–katanya sungguh meyakinkan dan percaya diri . Pesannya dinamai Sumpah Palapa , bersimbolkan buah palapa yang mana merupakan buah seperti semangka namun pahit . Gajah Mada membuat sumpah dan bukan pesan ajakan karena dia menginginkan rakyat mengikutinya sedangkan dia sendiri mencontohkannya dengan menggunakan bahasa meyakinkan (majas pleonasme).

Bait pesannya yang pertama terdengar indah (bersajak a-a-a-a). Disini Gajah Mada memberikan nuansa yang berbeda ,yaitu pesannya berupa sumpah.

sumber : http://kudoni.wordpress.com/2008/08/17/menelusuri-keindahan-bahasa-para-pejuang-nasionalisme/

Apa kata Bung Karno :






Apa kata Bung Karno :

" ...........veteran sebagaimana berulang-ulang kami nyatakan,
bukanlah bekas pejuang, bukan pula jago kapuk.
Kamu adalah tetap pejuang dan tetap prajurit revolusi.
Bahkan kamu harus tetap menjadi pelopor perjuangan rakyat
sepanjang masa......................"


Inilah amanat tertulis yang dibuat Ir Soekarno dalam peringatan Hari Veteran 10 Agustus 1965.

Salam Perkenalan














Salam Perjuangan !!

Di tengah-tengah semakin menipisnya patriotisme generasi muda kita, kami mencoba untuk membangkitkan lagi. Dari tapal batas negara di Nunukan, Kaltim, kami segenap Generasi Muda yang tergabung dalam GM FKPPI Cabang 1809 (Ketua Ir. Dian Kusumanto) beserta Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Nunukan (Ketua Ilham Zein, S.Sos. ) mencoba mengapresiasi dan mengingat kembali semangat perjuangan para Pejuang Dwikora.

Blog ini awalnya lahir setelah 5 Oktober 2008 dan menjelang peringatan 10 November 2008, kini dilahirkan lagi menjelang kebangkitan tahun ke 104 tahun 2 Mei 2012. Semoga gagasan ini mendapat dukungan dari semua pihak yang turut prihatin akan nilai-nilai luhur semangat para pejuang.

Kami mengundang Anda semua untuk turut berpartisipasi mengisi komentar, atau mengisi artikel dengan mengirimkan melalui email kami di diankusumanto@gmail.com; diankusumanto@yahoo.co.id.

Artikel yang sesuai akan dipertimbangkan dan dimuat dalam blog ini. Terima kasih.
Salam Perjuangan dari Perbatasan!