Operasi Dwikora Tahun 1963
A. Pembentukan Negara Federasi Malaysia
Gagasan dari pembentukan federasi antara Malaysia dan daerah-daerah Inggris di Kalimantan Utara sudah lama ada, namun masalah ini baru dimunculkan dan dibahas secara resmi pada tanggal 27 Mei 1961. Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdurachman untuk pertama kalinya mengeluarkan pernyataan tentang kemungkinan diadakannya suatu penggabungan politik antara Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei dengan mendapat persetujuan dari Inggris.
Untuk maksud tersebut, pada bulan Nopember 1961 telah datang Tengku Abdulrachman dari London mengadakan pembicaraan, adapun tujuan pembicaraan adalah untuk meminta persetujuan dengan Pemerintah Inggris, khususnya yang berkaitan dengan daerah-daerah di Kalimantan Utara. Pada tanggal 23 Agustus 1961 antara Perdana Menteri Malaya dengan Perdana Menteri Singapura tercapai persetujuan tentang prinsip penggabungan kedua daerah tersebut.
Hasil dari pembicaraan di London pada tanggal 20- sampai tanggal 22 Nopember 1961 antara Menteri Inggris dengan Malaya telah dicapai kata sepakat adalah sebagai berikut :
1) Membentuk Federasi Malaysia yang meliputi Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei.
2) Untuk kepentingan Malaysia nanti, perjanjian pertahanan yang telah ada antara Inggris dengan Malaya akan diperluas meliputi daerah-daerah lain, Inggris akan mempertahankan pangkalannya di Singapura untuk kepentingan Malaysia maupun SEATO.
Pada tanggal 17 September 1963 Pemerintah Indonesia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Negara Malaysia dan dilanjutkan dengan pemutusan lalu lintas ekonomi dengan daerah Malaysia dan Singapura, adapun penyebabnya adalah laporan pelaksanaan misi tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh KTT Manila. Dengan semakin meruncingnya ketegangan antara kedua negara dan keadaan semakin memburuk disebabkan adanya pernyataan dari Presiden RI tentang rencana usaha untuk membantu rakyat Kalimantan Utara yang tidak menyetujui Federasi Malaysia.
Dampak dari pernyataan Presiden RI adalah keluarnya ucapan dari Presiden RI tentang pelaksanaan komando aksi sukarelawan yang lebih dikenal dengan sebutan “Dwikora (Dwi Komando Rakyat). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa Presiden Soekarno memperkuat ketahanan Resolusi Indonesia dan membantu pelaksanaan perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai Darussalam untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.
Pembentukan Federasi Malaysia ini diproklamasikan pada tanggal 16 Desember 1963, tetapi pencetusan gagasan pembentukan Federasi Malaysia ini mendapat tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Hampir semua partai pemerintah di daerah-daerah Malaysia menyetujui dan dapat disimpulkan bahwa golongan yang menentang gagasan Malaysia itu adalah partai oposisi, 39 organisasi buruh Singapura dan tantangan-tantangan secara ilegal yang datang dari Rakyat Brunei khususnya serta rakyat Kalimantan Utara pada umunya.
Puncak dari gerakan anti berdirinya Federasi Malaysia adalah pada saat diproklamasikannya Negara Kalimantan Utara pada tanggal 8 Desember 1962. Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Kalimantan Utara mendapat sambutan hangat dari Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno, sambutan hangat itu dapat diketahui dari pernyataan–pernyataan yang diucapkan oleh Presiden Soekarno sendiri sebagai Panglima Komando Tertinggi atas Pengganyangan Federasi Malaysia.
b. Pembentukan Komando Operasi Tertinggi.
Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia segera mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi segala kemungkinan terjadinya perang terbuka. Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat dibubarkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 142 tahun 1963. Selanjutnya dibentuk Komando Operasi Tertinggi disingkat KOTI, dengan tujuan untuk menghadapi Negara Malaysia. Adapun realisasi tindakan nyata dalam rangka mengimbangi kekuatan Malaysia, maka telah digelar beberapa macam operasi dan operasi yang digelar meliputi Operasi Terang Bulan I dan II, Operasi Sapu tangan, Operasi Waspada, Operasi Gincu, Operasi Kelelawar, Operasi Antasari I, Operasi Nantang dan operasi lainnya.
Persengketaan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia semakin meningkat karena Malaysia dianggap telah melanggar persetujuan Manila (Manila Agreement), adapun dampak dari pelanggaran tersebut adalah Presiden Soekarno membentuk suatu operasi yang dinamakan operasi “Dwi Komando Rakyat”. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengerahan daya kekuatan dari segenap potensi ABRI serta unsur-unsurnya di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia menunjuk seseorang sebagai Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah (Pepelrada).
c. Sasaran Operasi Dwikora
Selama tahun 1963-1965 Dalam pelaksanaan kegiatan operasi Dwikora telah diadakan pelaksanaan kegiatan operasi udara didaerah Sumatra, Riau, Kalbar, Kaltim dan daerah Semanjung Malaysia. Adapun sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan operasi “Dwikora” adalah sebagai berikut :
1) Pengintaian dan Pemotretan udara di Malaysia Barat dan Timur serta Lautan Selatan Pulau Jawa.
2) Patroli udara dengan sasaran memeriksa “Reaction Time” lawan di Singapura dan Jeseltron.
3) Penerjunan yang dilaksanakan oleh anggota PGT AURI di daerah lapis serta Hilir Kuala Lumpur.
d. Sasaran Yang Akan Dikosongkan :
1) Di Semanjung Malaysia : Kuala Lumpur, Port Swittenham dan Malaecea, sedangkan Pangkalan yang digunakan adalah PAU Medan.
A. Pembentukan Negara Federasi Malaysia
Gagasan dari pembentukan federasi antara Malaysia dan daerah-daerah Inggris di Kalimantan Utara sudah lama ada, namun masalah ini baru dimunculkan dan dibahas secara resmi pada tanggal 27 Mei 1961. Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdurachman untuk pertama kalinya mengeluarkan pernyataan tentang kemungkinan diadakannya suatu penggabungan politik antara Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei dengan mendapat persetujuan dari Inggris.
Untuk maksud tersebut, pada bulan Nopember 1961 telah datang Tengku Abdulrachman dari London mengadakan pembicaraan, adapun tujuan pembicaraan adalah untuk meminta persetujuan dengan Pemerintah Inggris, khususnya yang berkaitan dengan daerah-daerah di Kalimantan Utara. Pada tanggal 23 Agustus 1961 antara Perdana Menteri Malaya dengan Perdana Menteri Singapura tercapai persetujuan tentang prinsip penggabungan kedua daerah tersebut.
Hasil dari pembicaraan di London pada tanggal 20- sampai tanggal 22 Nopember 1961 antara Menteri Inggris dengan Malaya telah dicapai kata sepakat adalah sebagai berikut :
1) Membentuk Federasi Malaysia yang meliputi Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei.
2) Untuk kepentingan Malaysia nanti, perjanjian pertahanan yang telah ada antara Inggris dengan Malaya akan diperluas meliputi daerah-daerah lain, Inggris akan mempertahankan pangkalannya di Singapura untuk kepentingan Malaysia maupun SEATO.
Pada tanggal 17 September 1963 Pemerintah Indonesia telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Negara Malaysia dan dilanjutkan dengan pemutusan lalu lintas ekonomi dengan daerah Malaysia dan Singapura, adapun penyebabnya adalah laporan pelaksanaan misi tidak sah dan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh KTT Manila. Dengan semakin meruncingnya ketegangan antara kedua negara dan keadaan semakin memburuk disebabkan adanya pernyataan dari Presiden RI tentang rencana usaha untuk membantu rakyat Kalimantan Utara yang tidak menyetujui Federasi Malaysia.
Dampak dari pernyataan Presiden RI adalah keluarnya ucapan dari Presiden RI tentang pelaksanaan komando aksi sukarelawan yang lebih dikenal dengan sebutan “Dwikora (Dwi Komando Rakyat). Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa Presiden Soekarno memperkuat ketahanan Resolusi Indonesia dan membantu pelaksanaan perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai Darussalam untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.
Pembentukan Federasi Malaysia ini diproklamasikan pada tanggal 16 Desember 1963, tetapi pencetusan gagasan pembentukan Federasi Malaysia ini mendapat tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Hampir semua partai pemerintah di daerah-daerah Malaysia menyetujui dan dapat disimpulkan bahwa golongan yang menentang gagasan Malaysia itu adalah partai oposisi, 39 organisasi buruh Singapura dan tantangan-tantangan secara ilegal yang datang dari Rakyat Brunei khususnya serta rakyat Kalimantan Utara pada umunya.
Puncak dari gerakan anti berdirinya Federasi Malaysia adalah pada saat diproklamasikannya Negara Kalimantan Utara pada tanggal 8 Desember 1962. Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Kalimantan Utara mendapat sambutan hangat dari Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Soekarno, sambutan hangat itu dapat diketahui dari pernyataan–pernyataan yang diucapkan oleh Presiden Soekarno sendiri sebagai Panglima Komando Tertinggi atas Pengganyangan Federasi Malaysia.
b. Pembentukan Komando Operasi Tertinggi.
Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia segera mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi segala kemungkinan terjadinya perang terbuka. Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat dibubarkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 142 tahun 1963. Selanjutnya dibentuk Komando Operasi Tertinggi disingkat KOTI, dengan tujuan untuk menghadapi Negara Malaysia. Adapun realisasi tindakan nyata dalam rangka mengimbangi kekuatan Malaysia, maka telah digelar beberapa macam operasi dan operasi yang digelar meliputi Operasi Terang Bulan I dan II, Operasi Sapu tangan, Operasi Waspada, Operasi Gincu, Operasi Kelelawar, Operasi Antasari I, Operasi Nantang dan operasi lainnya.
Persengketaan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia semakin meningkat karena Malaysia dianggap telah melanggar persetujuan Manila (Manila Agreement), adapun dampak dari pelanggaran tersebut adalah Presiden Soekarno membentuk suatu operasi yang dinamakan operasi “Dwi Komando Rakyat”. Pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengerahan daya kekuatan dari segenap potensi ABRI serta unsur-unsurnya di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia menunjuk seseorang sebagai Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah (Pepelrada).
c. Sasaran Operasi Dwikora
Selama tahun 1963-1965 Dalam pelaksanaan kegiatan operasi Dwikora telah diadakan pelaksanaan kegiatan operasi udara didaerah Sumatra, Riau, Kalbar, Kaltim dan daerah Semanjung Malaysia. Adapun sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan operasi “Dwikora” adalah sebagai berikut :
1) Pengintaian dan Pemotretan udara di Malaysia Barat dan Timur serta Lautan Selatan Pulau Jawa.
2) Patroli udara dengan sasaran memeriksa “Reaction Time” lawan di Singapura dan Jeseltron.
3) Penerjunan yang dilaksanakan oleh anggota PGT AURI di daerah lapis serta Hilir Kuala Lumpur.
d. Sasaran Yang Akan Dikosongkan :
1) Di Semanjung Malaysia : Kuala Lumpur, Port Swittenham dan Malaecea, sedangkan Pangkalan yang digunakan adalah PAU Medan.
2)
Di Singapura : Singapura Kota, Tengah Airfield dan Pelabuhan Singapura.
Pangkalan yang digunakan dalan misi penyerangan adalah Pangkalan
Tangjung Balai Karimun dan Pulau Penuha.
3)
Di Kalimantan Utara : Labuhan Airfield Jesselton Airfield, Kuching Kota
dan Tawao Airfield. Pangkalan yang digunakan untuk penyerangan adalah
satuan Debsema AURI Bulutambang, satuan Debsema AURI Kemayoran, PAU
Iswahyudi dan Pangkalan Udara Waru.
Untuk meningkatkan efek politis dari serangan balasan terbatas, maka diadakan operasi Tavip. Dalam rangka pelaksanaan operasi ini, telah disiapkan pesawat Dakota/C-47 dan Avia serta 130 orang pasukan dari Komando Strategi Udara Siaga. Komando operasi berada ditangan Pangkostraga Laksamana Madya Oemar Dani yang berkedudukan di Wing Operasi 001 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Dalam menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia, AURI telah mengerahkan hampir seluruh pesawat tempurnya, seperti TU-16/TU-16KS, C-130/ Hercules, C-47 Dakota, B-25/B-26, P-51 Mustang dan beberapa UF1/2 Albatros.
e. Peran Pangkalan Udara Sungai Durian dalam Operasi Dwikora.
Dampak adanya pelaksanaan kegiatan Operasi “Dwikora”, maka peranan Detasemen Angkatan Udara Pontianak mengalami peningkatan status. Alasan dengan adanya peningkatan status ini disebabkan karena dalam pelaksanaan kegiatan operasi “Dwikora” banyak melibatkan pesawat-pesawat AURI yang digelar di Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian. Dampak adanya penggelaran pesawat-pesawat ABRI dalam skala besar di Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian, maka kemampuan Detasemen Angkatan Udara ditingkatkan menjadi Lanu Sei./Sungai Durian.
Adapun dampak lain dengan adanya peningkatan kemampuan ini adalah pelaksanaan pembangunan Pangkalan Udara Sei./Sungai Durian, khususnya pembangunan Landasan dan Appron. Dengan banyaknya pesawat ABRI yang standby di Pangkalan Udara Sei./Sungai Durian (Pesawat Bomber B-29, Mustang dan Hellikopter) maka untuk tercapainya dukungan pelaksanaan kegiatan operasi “Dwikora”, dilaksanakannya peningkatan jumlah kekuatan personil dan peningkatan personil ini terjadi diantaranya pada peningkatan jumlah personil Pegawai meningkat jumlahnya menjadi 121 orang. Pegawai Negeri ini banyak didrop ke spot-spot/daerah-daerah untuk melayani dukungan operasi penerbangan pesawat Hellikopter.
Dengan adanya penggelaran kekuatan TNI AU dalam kegiatan pelaksanaan Operasi “Dwikora” maka atas pertimbangan Keamanan untuk Kantor Detasemen Angkatan Udara di Losmen Djeruju pindah Ke Kantor Angdam XII/Tanjungpura yang menumpang di pojok sebelah kanan. Saat itu, AURI mulai dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang operasi penerbangan dengan tenaga ahli lengkap dengan peralatannya, adapun kelengkapan yang dimaksud meliputi petugas Meteo, PHB, PLLU, Sandi, PK, dan Dokter Petugas Kesehatan AURI yang bertugas Detasir, berasal dari M.B.A.U, Korud II Banjarmasin, PAU Singkawang dan dari Pangkalan lain, disamping sebagian petugas itu telah dipindahkan ke Pontianak.
Dalam waktu yang lama, maka kantor Detasemen Angkatan Udara dari Angdam XII/Tanjungpura dipindahkan lagi ke Kantor Kodim 1207 Pontianak (sekarang Swalayan Harum Manis), jadi pada waktu itu untuk kondisi Kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak selalu berpindah-pindah. Penyebab lain dari sering dipindahkannya kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak disamping pertimbangan keamanan adalah untuk lebih mendekatkan hubungan kerja antara AURI dengan Kodam XII/ Tanjungpura karena kehadiran pesawat-pesawat tempur AURI di Pontianak adalah untuk membantu kelancaran Operasi Kodam XII/ Tanjungpura sesuai perintah KOTI.
Detasemen Angkatan Udara Pontianak selain bertugas untuk melayani dukungan operasi pesawat di Lapangan Udara Sei./Sungai Durian juga mengatur penempatan Perwakilan AURI di daerah-daerah. Adapun yang dimaksud dari Perwakilan AURI di daerah-daerah, meliputi Perwakilan Sintang, Putussibau, Sanggau Kapuas, Semitau dan Ngabang dan memiliki tugas untuk melayani penerbangan/pengisian bahan bakar pesawat Helikopter yang terlibat dalam pelaksanaan tugas operasi “Dwikora”, sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan dukungan Logistik dan Personil ditangani oleh Detasemen Angkatan Udara Pontianak.
Di daerah Sintang, pihak AURI sempat membuat Lapangan Terbang yang dikerjakan oleh pasukan PGT Pioneer AURI yang diterjunkan didaerah tersebut. Lamanya waktu dalam pelaksanaan pekerjaan ini, diselesaikan selama ± 6 bulan dengan tenaga mekanis dan beberapa kompi pasukan PGT. Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa setelah selesai pelaksanaan kegiatan Operasi “Dwikora”, Lapangan Terbang ini menjadi rusak karena sudah tidak dirawat sama sekali sehingga kondisi lapangan terbang menjadi hutan kembali.
Akibat dari adanya pemberontakan G-30S/PKI yang akan menjatuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka perhatian dan konsentarsi kekuatan yang dipusatkan untuk pelaksanaan Operasi Dwikora, kemudian dipusatkan untuk menanggulangi pemberontakan tersebut. Keuntuhan dan kehidupan sebagai bangsa lebih penting dari pada melaksanakan konfrontasi dengan Negara Malaysia, sehingga timbul pemikiran dari para pemimpin bangsa kita untuk segera mengakhiri konfrontasi yang tak ada manfaatnya itu.
Dengan dilaksanakannya perundingan damai di Bangkok yang berlangsung tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1966 oleh Pemerintah RI dan Malaysia serta ditandatanganinya hasil perundingan tersebut, maka akhirnya segala macam bentuk konfrontasi yang pernah terjadi antara kedua negara serumpun itu. Korban yang jatuh dari kedua belah pihak sebenarnya tidak perlu terjadi, namun semua itu merupakan tanda peringatan bahwa dalam hidup berdampingan sebagai bangsa dan negara diperlukan adanya saling pengertian dan tenggang rasa. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Yang telah berlalu, biarlah berlalu dan perjuangan hidup ke masa depan sebagai bangsa telah menanti”.
Untuk meningkatkan efek politis dari serangan balasan terbatas, maka diadakan operasi Tavip. Dalam rangka pelaksanaan operasi ini, telah disiapkan pesawat Dakota/C-47 dan Avia serta 130 orang pasukan dari Komando Strategi Udara Siaga. Komando operasi berada ditangan Pangkostraga Laksamana Madya Oemar Dani yang berkedudukan di Wing Operasi 001 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Dalam menghadapi konfrontasi dengan Negara Malaysia, AURI telah mengerahkan hampir seluruh pesawat tempurnya, seperti TU-16/TU-16KS, C-130/ Hercules, C-47 Dakota, B-25/B-26, P-51 Mustang dan beberapa UF1/2 Albatros.
e. Peran Pangkalan Udara Sungai Durian dalam Operasi Dwikora.
Dampak adanya pelaksanaan kegiatan Operasi “Dwikora”, maka peranan Detasemen Angkatan Udara Pontianak mengalami peningkatan status. Alasan dengan adanya peningkatan status ini disebabkan karena dalam pelaksanaan kegiatan operasi “Dwikora” banyak melibatkan pesawat-pesawat AURI yang digelar di Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian. Dampak adanya penggelaran pesawat-pesawat ABRI dalam skala besar di Lapangan Terbang Sei./Sungai Durian, maka kemampuan Detasemen Angkatan Udara ditingkatkan menjadi Lanu Sei./Sungai Durian.
Adapun dampak lain dengan adanya peningkatan kemampuan ini adalah pelaksanaan pembangunan Pangkalan Udara Sei./Sungai Durian, khususnya pembangunan Landasan dan Appron. Dengan banyaknya pesawat ABRI yang standby di Pangkalan Udara Sei./Sungai Durian (Pesawat Bomber B-29, Mustang dan Hellikopter) maka untuk tercapainya dukungan pelaksanaan kegiatan operasi “Dwikora”, dilaksanakannya peningkatan jumlah kekuatan personil dan peningkatan personil ini terjadi diantaranya pada peningkatan jumlah personil Pegawai meningkat jumlahnya menjadi 121 orang. Pegawai Negeri ini banyak didrop ke spot-spot/daerah-daerah untuk melayani dukungan operasi penerbangan pesawat Hellikopter.
Dengan adanya penggelaran kekuatan TNI AU dalam kegiatan pelaksanaan Operasi “Dwikora” maka atas pertimbangan Keamanan untuk Kantor Detasemen Angkatan Udara di Losmen Djeruju pindah Ke Kantor Angdam XII/Tanjungpura yang menumpang di pojok sebelah kanan. Saat itu, AURI mulai dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang operasi penerbangan dengan tenaga ahli lengkap dengan peralatannya, adapun kelengkapan yang dimaksud meliputi petugas Meteo, PHB, PLLU, Sandi, PK, dan Dokter Petugas Kesehatan AURI yang bertugas Detasir, berasal dari M.B.A.U, Korud II Banjarmasin, PAU Singkawang dan dari Pangkalan lain, disamping sebagian petugas itu telah dipindahkan ke Pontianak.
Dalam waktu yang lama, maka kantor Detasemen Angkatan Udara dari Angdam XII/Tanjungpura dipindahkan lagi ke Kantor Kodim 1207 Pontianak (sekarang Swalayan Harum Manis), jadi pada waktu itu untuk kondisi Kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak selalu berpindah-pindah. Penyebab lain dari sering dipindahkannya kantor Detasemen Angkatan Udara Pontianak disamping pertimbangan keamanan adalah untuk lebih mendekatkan hubungan kerja antara AURI dengan Kodam XII/ Tanjungpura karena kehadiran pesawat-pesawat tempur AURI di Pontianak adalah untuk membantu kelancaran Operasi Kodam XII/ Tanjungpura sesuai perintah KOTI.
Detasemen Angkatan Udara Pontianak selain bertugas untuk melayani dukungan operasi pesawat di Lapangan Udara Sei./Sungai Durian juga mengatur penempatan Perwakilan AURI di daerah-daerah. Adapun yang dimaksud dari Perwakilan AURI di daerah-daerah, meliputi Perwakilan Sintang, Putussibau, Sanggau Kapuas, Semitau dan Ngabang dan memiliki tugas untuk melayani penerbangan/pengisian bahan bakar pesawat Helikopter yang terlibat dalam pelaksanaan tugas operasi “Dwikora”, sedangkan untuk pelaksanaan kegiatan dukungan Logistik dan Personil ditangani oleh Detasemen Angkatan Udara Pontianak.
Di daerah Sintang, pihak AURI sempat membuat Lapangan Terbang yang dikerjakan oleh pasukan PGT Pioneer AURI yang diterjunkan didaerah tersebut. Lamanya waktu dalam pelaksanaan pekerjaan ini, diselesaikan selama ± 6 bulan dengan tenaga mekanis dan beberapa kompi pasukan PGT. Dalam perkembangan selanjutnya, bahwa setelah selesai pelaksanaan kegiatan Operasi “Dwikora”, Lapangan Terbang ini menjadi rusak karena sudah tidak dirawat sama sekali sehingga kondisi lapangan terbang menjadi hutan kembali.
Akibat dari adanya pemberontakan G-30S/PKI yang akan menjatuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka perhatian dan konsentarsi kekuatan yang dipusatkan untuk pelaksanaan Operasi Dwikora, kemudian dipusatkan untuk menanggulangi pemberontakan tersebut. Keuntuhan dan kehidupan sebagai bangsa lebih penting dari pada melaksanakan konfrontasi dengan Negara Malaysia, sehingga timbul pemikiran dari para pemimpin bangsa kita untuk segera mengakhiri konfrontasi yang tak ada manfaatnya itu.
Dengan dilaksanakannya perundingan damai di Bangkok yang berlangsung tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1966 oleh Pemerintah RI dan Malaysia serta ditandatanganinya hasil perundingan tersebut, maka akhirnya segala macam bentuk konfrontasi yang pernah terjadi antara kedua negara serumpun itu. Korban yang jatuh dari kedua belah pihak sebenarnya tidak perlu terjadi, namun semua itu merupakan tanda peringatan bahwa dalam hidup berdampingan sebagai bangsa dan negara diperlukan adanya saling pengertian dan tenggang rasa. Ada pepatah yang mengatakan bahwa “Yang telah berlalu, biarlah berlalu dan perjuangan hidup ke masa depan sebagai bangsa telah menanti”.
Sumber : http://202.158.39.213/content.asp?contentid=3178
Tidak ada komentar:
Posting Komentar