KILAS BALIK PENGABDIAN KODAM IV/DIPONEGORO DARI MASA KE MASA
Sepanjang sejarah
pengabdiannya, Kodam IV/Diponegoro telah turut mengukir prestasi yang
membanggakan, dalam mengawal dan menegakkan kedaulatan, serta mengisi
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, baik melalui karya pengabdian
maupun tugas dalarn lingkup nasional, maupun berskala internasional,
antara lain :
10. Dwikora.
Pada tahun 1961 timbul perselisihan antara
Indonesia dengan Malaysia. Perselisihan itu karena pembentukan negara
Federal Malaysia, yaitu menggabungaan beberapa daerah bekas jajahan
Inggris di Asia Tenggara seperti Malaysia, Sabah, Serawak dan
sebagainya. Politik konfrontasi yang dianut Pemerintah Orde Lama
menyebabkan Indonesia menganggap Malaysia adalah sebagai proyek Nakolim
yang pembentukannya dipaksakan oleh Inggris guna mempertahankan
kepentingannya di Asia Tenggara.
Gagasan tersebut mendapat dukungan dari
pemerintah Inggris kemudian pada bulan Oktober 1961 di London diadakan
perundingan mengenai rencana realisasi dari pada Negara federasi. Hasil
perundingan tersebut antara lain akan dilaksanakan penelitian terlebih
dahulu terhadap rakyat Sabah dan Serawak.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa rakyat
Sabah dan Serawak masih berbeda ‑ beda pendapat. Ada yang setuju tanpa
syarat, ada yang setuju dengan syarat dan ada yang berpendapat lain.
Setelah dipertimbangkan kemudian dan ada yang berpendapat lain. Setelah
dipertimbangkan kemudian pemerintah Inggris dan persekutuan tanah
Melayu memutuskan membentuk Federasi Malaysia tanggal 31 Agustus 1963.
Pemerintah Indonesia menentang pembentukan
Federasi Malaysia itu. Selain Indonesia, pemerintah Filipina pun
menunjukkan sikon yang sama. Penolakan pernerintah Indonesia dan
Filipina telah disampaikan pada Inggris namun gagal menernukan
perumusan, akibatnya timbul ketegangan. Dengan adanya ketegangan
tersebut kemudian diadakan pertemuan antara Indonesia, persekutuan
Tanah Melayu dan Filipina. Sementara sekretaris Jenderal PBB membentuk
Missi Malaysia untuk mengadakan penyelidikan di Sabah dan Serawak untuk
memastikan kehendak rakyat di kedua daerah tersebut. Hasil penelitian
Missi tersebut adalah bahwa sebagian rakyat Sabah dan Serawak
menyetujui pembentukan Federasi Malaysia.
Pada tanggal 16 Nopember 1963 terjadilah
Proklamasi pembentukan federasi Malaysia. Keesokan pada tanggal 17
September 1963 pernerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik
dengan Malaysia. Di Malaysia sendiri sebagian partai politik menentang
rencana pembentukan federasi. Bahkan pada tanggal 8 Desember 1963 M.
Azyhari memimpin rakyat Brunai dipengasingan memproklamasikan
berdirinya negara kesatuan Kalimantan Utara (NKKU) yang meliputi Sabah,
Brunai dan Serawak.
Pemerintah Indonesia menyokong Proklamasi dari
Azyhari dan Presiden Sukarno dalam apel suka relawan di Jakarta
menyatakan akan membantu rakyat Kalimantan Utara. Keadaan makin
meruncing, kemudian pada tanggal 3 Mei 1964 diadakan apel besar
sukarelawan lagi. Pada kesempatan itu Presiden Sukarno mencanangkan Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) yaitu :
a. Perhebat Pertahanan Republik Indonesia.b. Bantu perjuangan revolusioner rakyat‑rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.
Pada tanggal 20 Mei 1964 di syahkan
pembentukan Brigade Sukarelawan tempur Dwikora yang dipimpin oleh
Komando Sabirin Mukhtar. Pada tingkat pusat dibentuk Komando operasi
tertinggi (KOTI), sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian barat
dibentuk Komando siaga. Dengan meningkatnya operasi militer Komando
siaga disempurnakan menjadi Komando Mandala siaga (Kolaga)yang
membawahi Komando Mandala I dan II. Pasukannya terdiri dari beberapa
kesatuan yang terdapat di ABRI. Diantaranya adalah brigif‑ 5 Kodam VII /
Diponegoro.
Brigif ‑ 5 dipimpin oleh Kolonel Sujono dengan
kekuatan 3.050 orang bertugas di Kalimantan Barat dalam rangka operasi
di perbatasan. Pada bulan Maret 1965 kekuatan Brigade Infanteri ‑5
ditambah I Batalyon pimpinan Mayor B. Yudo Darmojo. Sementara itu
pendekatan secara diplomasi terus dilakukan. Pada tanggal 20 Juni 1964
berlangsung Konferensi tingkat tinggi tiga negara di Tokyo. Presiden
Philipina Macapagal dalam KTT mengusulkan supaya dibentuk komisi
perdamaian Asia Afrika dengan anggota empat negara. Presiden Sukarno
menyetujui usul tersebut, kemudian ketiga kepala pemerintah
mengintruksikan kepada Menteri Luar Negeri masing ‑ masing untuk
mempelajari usul ‑ usul tersebut. Namun akhirnya Konferensi tingkat
tinggi Tokyo itu tidak menghasilkan perdamaian.
Sementara itu di ibukota RI Jakarta timbul
peristiwa pernberontakan G 30 S/PKI pada tanggal 1 Nopember 1965.
Pemberontakan G 30 S / PKI telah memakan korban beberapa pimpinan AD.
Namun dengan cepat telah berhasil ditumpas, kemudian lahirlah Orde
Baru.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, politik
konfrontasi ditinjau kembali. Sesuai dengan program kabinet Ampera
bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif, maka oleh
pernerintah Orde Baru dimulailah kontak‑ kontak diplomatik untuk
memulihkan hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia. Pada tanggal 11
Agustus 1966 di Jakarta di tanda tangani naskah persetujuan pemulihan
hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia oleh Wakil PM / Menlu
Malaysia Tun Abdul Rozak dan Menteri utama Bidang Politik / Menteri
Luar Negri Indonesia Adam Malik. Dengan demikian konfrontasi terhadap
Malaysia telah berakhir.
Sumber : http://www.kodam4.mil.id/poradvi/dwikora.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar